Rabu, 30 Mei 2012

Materi Perekonomian Indonesia Minggu Keempatbelas


Investasi dan Penanaman Modal
    
    1.     Investasi
Investasi adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengankeuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentukaktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan dimasa depan. Terkadang, investasi disebut juga sebagai penanaman modal.

Kebutuhan investasi dalam pertumbuhan ekonomi
Pemerintah menyatakan, untuk menumbuhkan perekonomian sebesar 7 persen ke depan, dibutuhkan investasi sekitar Rp.2.000 trilyun per tahun. Investasi tersebut dipenuhi oleh investasi PMA, investasi dunia usaha domestik, investasi perorangan (rumah dsb nya) dan juga investasi oleh pemerintah. Sumber pembiayaan investasi berasal dari Perbankan, Pasar Modal, Sumber Luar Negeri, APBN dan APBD, serta sebagian besar lainnya dari dana sendiri.
Perkembangan pinjaman oleh Perbankan selama beberapa tahun terakhir mencapai nilai nominal yang meningkat. Jika tahun 2007 kenaikan nominal Rp.210 trilyun, tahun 2008 kenaikan sekitar Rp.300 trilyun, namun sampai dengan September 2009 pinjaman baru tumbuh Rp. 64 trilyun. Dalam beberapa tahun terakhir, secara keseluruhan, total assetPerbankan tumbuh sekitar 15-17 persen per tahun, pertumbuhan yang sama juga dicapai oleh DPK (Dana Pihak ketiga).

Bagaimana prediksi ke depan?
Kebutuhan pembiayaan untuk investasi ke depan akan terus meningkat. Seberapa mampukah perbankan  Indonesia dalam melakukan peran tersebut di tahun-tahun mendatang? Seberapa besarkah potensi Indonesia untuk bermain dalam peta Perbankan global di tahun-tahun mendatang?
Berbeda dengan perekonomian makro, Perbankan Indonesia belum masuk dalam peta Perbankan global. Untuk kelas ASEAN saja, masuk Perbankan global masih tertinggal jauh dibelakang. Pada tahun 2006, dari sepuluh Perbankan ASEAN dari sisi aset nya, hanya Bank Mandiri yang masuk kategori tersebut.
Meskipun relatif tertinggal dalam hal pengumpulan aset, Perbankan Indonesia mampu untuk mencapai tingkat profitabilitas yang lebih tinggi. Dalam tahun 2008 dan 2009 ini, tingkat keuntungan Perbankan di Indonesia jauh lebih tinggi dari Singapura, Malaysia dan Muangthai. Maybank, misalnya, memiliki aset sebesar RM 269,1 milyar sementara laba bersih hanya sekitar RM 2,9 milyar dengan ROA sebesar 1,1 persen. CIMB (induknya Bank Niaga) memiliki aset sebesar RM 206,7 miliar sementara laba bersihnya RM 1,95 miliar dengan ROA sebesar 0,94 persen. Di Indonesia, Bank BRI dengan total aset sebesar Rp.246 trilyun memperoleh laba bersih sebesar Rp.5,96 trilyun dengan ROA sebesar 4,18 persen. Sementara Bank BCA memperoleh aset sebesar Rp.245 trilyun dengan laba bersih Rp.5,76 trilyun dan ROA sebesar 3,4 persen di tahun 2008.
Pada tahun 2010 Perbankan di Indonesia mempunyai prospek bagus untuk berkembang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi mencapai 5,5 persen sementara pertumbuhan nominalnya akan mencapai di atas 10 persen. Dengan tingkat Asset to GDB ratio yang diperkirakan meningkat, maka prospek peningkaan Dana Pihak Ketiga (Giro, Tabungan, Deposito) juga akan relatif tinggi. Perkembangan luar Jawa lebih cepat dibanding di Jawa. Perkembangan ini memungkinkan tercapainya perkembangan pembiayaan yang lebih tinggi.
Dari hasil ulasan di atas, terlihat bahwa Indonesia mempunyai prospek yang baik untuk meningkatkan investasi. Peningkatan investasi ini diharapkan dapat menumbuh kembangkan industri, yang akhir-akhir ini ditengarai telah terjadi deindustrialisasi sejak terjadi krisis tahun 1998. Peningkatan investasi tentunya dapat menyerap tenaga kerja, dan iklim investasi ini  dipicu oleh adanya peningkatan kelas menengah yang mempunyai daya beli cukup besar di Indonesia. Masalahnya adalah bagaimana mengatasi agar jenjang antara kelas menengah ke atas dan masyarakat miskin ini berkurang.
     
     2.     Penanaman modal dalam negeri
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan kunci utama pertumbuhan ekonomi nasional. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) akan membawa menuju kearah kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi pada gilirannya membawa kearah spesialisai dan penghematan produksi dalam skala yang luas. Investasi di bidang barang modal tidak hanya meningkatkan produksi tetapi juga meningkatkan penggunaan tenaga kerja.
Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN) menghasilkan kenaikan output nasional dan pendapatan nasional sehingga dapat memecahkan masalah inflasi, neraca pembayaran dan melunasi utang luar negeri. Sumber-sumber yang dapat diarahkan untuk pembentukan modal adalah kenaikan pendapatan nasional, pengurangan tingkat konsumsi, penggalakan tabungan, pendirian lembaga keuangan, menggerakkan simpanan emas dan sebagainya. Sumber domestik yang paling efektif adalah tabungan yaitu tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan penggunaan modal untuk usaha-usaha dalam mendorong pembanguanan ekonomi pada umumnya. Inti dari pembentukan modal adalah pengalihan sumber daya yang sekarang ada pada masyarakat dengan tujuan meningkatkan persediaan barang modal sehingga memungkinkan perluasan output yang dapat dikonsumsi pada masa depan.


     3.     Penanaman modal asing
Secara makro, proses kemajuan ekonomi suatu Negara akan semakin lancar jika tingkat tabungan masyarakat mampu mengimbangi kebutuhan investasi yang akan dilakukan. Jika yang terjadi adalah tabungan masyarakat lebih sedikit, maka diperlukan peran sektor swasta luar negeri atau asing untuk menutup celah atau kekurangan tersebut.

Salah satu ukuran untuk menjelaskan hal ini, dapat digunakan model pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh Harrod-Domar dengan mengatakan bahwa :

g = s/k  atau  s = g x k   , dimana :

g = laju pertumbuhan pendapatan nasional
s = tingkat tabungan masyarakat
k = tingkat pertumbuhan capital output ratio

Jadi jika diketahui keinginan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 6 %, sedangkan capital output ratio nya adalah 3, maka tingkat tabungan masyarakat yang dibutuhkan agar tidak terjadi gap haruslah sebesar 18 %. Sehingga jika tabungan masyarakat hanya senilai 11 %, maka masih dibutuhkan sumber modal dari luar negeri sebesar kekurangannya, yakni sebesar 7 %.

Penanaman modal oleh investor asing sendiri sudah memiliki Undang Undang nya sejak tahun 1976, yaitu pada saat awal pemerintahan Soeharto yang secara politik dikenal sebagai Orde Baru. Undang Undang PMA tersebut adalah UU PMA No.1/1976.

Namun, masuknya modal asing menimbulkan pro dan kontra dalam menanggapinya. Beberapa alasan yang menentang masuknya PMA diantaranya adalah :

1.           Di dalam kenyataannya, sangat jarang perusahaan multinasional bersedia menanamkan kembali keuntungan yang diperolehnya di Negara-negara berkemban.
2.           Dilihat dari kepentingan neraca pembayaran, perusahaan-perusahaan multinasional dapat menyebabkan berkurangnya penerimaan devisa Negara, baik melalui neraca berjalan, maupun lewat neraca lalu-lintas modalnya.
3.           Meskipun perusahaan multinasional turut menyetor pajak kepada Negara, mereka sering mendapatkan keringanan pajak dari pemerintah, serta perlindungan-perlindungan lainnya.
4.           Tidak jarang tujuan transfer teknologi tidak dapat berjalan dengan lancer. Disamping kesempatan tenaga kerja pribumi yang masih sulit untuk menduduki posisi-posisi kunci dalam perusahaan.
5.           Perusahaan multinasional sering memiliki kedudukan sebagai perusahaan monopolis.
6.           Perusahaan multinasional tidak jarang hanya memproduksi komoditi untuk kalangan tertentu saja.
7.           Perusahaan multinasional dapat mempertajam kesenjangan sosial.
8.           Perusahaan multinasional dapat menggunakan kekuatan ekonomi untuk menekan pemerintah.
9.           Perusahaan multinasional dapat menekan pajak local dengan ‘transfer pricing’.

Tetapi, terlepas dari pandangan-pandangan menentang tersebut, Negara Indonesia dinilai masih banyak membutuhkan uluran penanaman modal asing tersebut. Beberapa alasan yang melatarbelakanginya adalah :

1.           Kemampuan menabung masyarakat Indonesia yang belum sempurna, sehingga kebutuhan modal dalam negeri masih kurang.
2.           Masih banyak sektor yang belum dapat dikelola sendiri oleh tenaga dan manajemen dalam negeri.
3.           Belum efisiennya produksi untuk jenis-jenis komoditi tertentu, sehingga lebih menguntungkan jika diserahkan pengelolaannya pada investor asing.
4.           Meskipun masih sedikit, kita dapat belajar mencoba proses transfer ‘kemampuan’ dari para perusahaan multinasional tersebut, disamping perusahaan tersebut banyak juga turut membantu pemerintah dalam membuka pusat usaha baru di tempat-tempat yang selama ini jauh dari kegiatan ekonomi.
Suatu ideologi atau paham yang percaya bahwa modal merupakan sumber utama untuk dapat menjalankan sistem perekonomian di suatu Negara dikenal sebagai paham Kapitalisme. Dengan demikian, semua proses dalam kehidupan manusia bersumber pada pengelolaan modal; baik itu modal milik perorangan, milik sekelompok masyarakat, maupun milik sekelompk pengusaha-pengusaha swasta. Artinya semua aktivitas dalam kehidupan ekonomi membutuhkan modal. Pemilik modal, dalam mengelola sumber-sumber ekonomi itu bertujuan untuk mengakselerasi perkembangan modalnya dengan cara berusaha seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimal.

Dengan seiringnya waktu, paham ini bergeser menjadi paham liberalism dan akhirnya menjadi paham neoliberalism , yang kini dianut oleh Negara kita, Negara Indonesia.

Paham ini menyebabkan BUMN terpaksa diserahkan ke tangan asing karena Indonesia memerlukan devisa guna mendukung kurs rupiah yang sedang tertekan pada saat itu. Juga diperlukan untuk menambah cadangan devisa, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong perekonomian.

Tetapi, penanaman modal asing dinilai oleh para kritikus sangat membuat masyarakat kecil sengsara karena segala kebijakan pemerintah mengenai penanaman modal asing yang telihat positif itu hanya membuat para investor asing semakin kaya-raya dan membuat kesenjangan sosial di Negara ini semakin tajam, karena 80 % dari hasil penanaman modal asing tersebut milik investor asing saja.

Namun, terlepas dari segala kekurangan dan kelebihan akibat penanaman modal asing, Negara ini sendiri masih memerlukan modal untuk kelangsungan hidupnya, baik dari investor asing maupun investor dalam negeri.

Materi Perekonomian Indonesia Minggu Ketigabelas


Masalah Pokok Perekonomian Indonesia
    1.     Pengangguran
PENGERTIAN PENGANGGURAN
Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama.

Dua Dasar Utama Klasifikasi Pengangguran :
·                     Pendekatan Angkatan Kerja (Labour Force Approach)
·         Pendekatan Pemanfaatan Tenaga Kerja (Labour Utilization Approach)
Dalam pendekatan ini angkatan kerja dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
1.           Menganggur (Unemployed), yaitu mereka yang sama sekali tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Kelompok ini sering disebut juga pengangguran terbuka (open Unemployment). Berdasarkan kelompok ini, tingkat pengguran di Indonesia umumnya relative rendah, yaitu 3% – 5% per tahun.
2.           Setengah Menganggur (Underemployed), yaitu mereka yang bekerja, tetapi belum dimanfaatkan secara penuh. Artinya, jam kerja mereka dalam sminggu kurang dari 35 jam. Berdasarkan kelompok ini, tingkat pengangguran di Indonesia relative tinggi, karena angkanya berkisar 35% per tahun.
3.           Bekerja penuh (Employed), yaitu orang – orang yang bekerja penuh atau jam kerjanya mencapai 35 jam per minggu.
Jenis – Jenis Pengangguran
·                     Pengangguran friksional  (Frictional Unemployment)adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.

·                     Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti :
·                                             Akibat permintaan berkurang
·                                             Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
·                                             Akibat kebijakan pemerintah

·                     Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand).

·                     Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment)adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.

·                     Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.

·                     Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin.

·                     Pengangguran struktual adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
 SEBAB-SEBAB TERJADINYA PENGGANGURAN
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran   adalah sebagai berikut:
1.           Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja.
2.           Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang.    
3.           Kurangnya informasi.
4.           Tidak adanya sistem penerimaan pulik.
5.           Pendidikan dan ketrampilan yang rendah
6.           Pengusaha yang selalu ingin mengejar keuntungan dengan cara melakukan penghematan seperti penerapan rasionalisasi.
7.           Teknologi yang semakin maju yang belum terimbangi oleh kemampuan manusia.
DAMPAK – DAMPAK DARI PENGANGGURAN
1.           pendapatan nasiomal Riil (nyata) yang dicapai oleh masyarakat lebih rendah dari pada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya). Sehingga kemakmuran yang dicapai masyarakat pun lebih rendah.
2.           Pengangguran menyebabkan kegiatan perekonomian menurun sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
3.           Tingkat kemakmuran yang dapat dinikmati masyarakat  lebih rendah daripada tingkat kemakmuran yang mungkin dicapainya.
4.           Berkurangnya investor untuk melakukan perluasan dan pendirian industri baru. Sehingga, tingkat investasi turun sehingga pertumbuhan ekonomi pun tidak meningkat.
5.           menambah beban pengeluaran negara.
6.           menimbulkan ketidak stabilan politik
7.           jumlah penduduk miskin semakin bertambah yang berarti beban pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan kian terasa berat
8.           Meningkatnya tindak kriminalitas yang akan meresahkan masyarakat
9.           Dapat menyebabkan kehilangan kepercayaan diri dan menimbulkan perselisihan dalam keluarga
 Upaya Mengatasi Pengangguran
Untuk dapat mengatasi masalah penganguran, hal yang dapat dilakukan adalah:
·                     Meningkatkan mobilitas modal dan tenaga kerja
·                     Memberikan informasi yang cepat jika ada lowongan pekerjaan disektor lain
·                     Mengembangkan usaha mandiri dan usaha kecil
·                     Melakukan pelatihan dibidang keterampilan lain,untuk memanfaatkan waktu hingga musimm tertentu
·                     Mengintensifkan program keluarga berencana
·                     Mengadakan program transmigrasi
·                     Meningkatkan kualitas tenga kerja
·                     Memberikan kemudahan pada investor baru untuk mendirikan industri baru
·                     Mendorong majunya pendidikan
·                     Memperbanyak industri padat karya
     2.     Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus yang berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor terebut antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi.
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan produksi dan distribusi (kurangnya produksi dan juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah  seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi.
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup(Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka(Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan tingkat keparahannya inflasi juga dapat dibedakan menjadi:

1.           Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
2.           Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
3.           Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
4.           Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Berikut ini adalah dampak positif inflasi terhadap perekonomian masyarakat
1. Peredaran / perputaran barang lebih cepat.
2. Produksi barang-barang bertambah, karena keuntungan pengusaha bertambah.
3. Kesempatan kerja bertambah, karena terjadi tambahan investasi.
4. Pendapatan nominal bertambah, tetapi riil berkurang, karena kenaikanpendapatan kecil.
Dampak negatif inflasi terhadap perekonomian masyarakat
1. Harga barang-barang dan jasa naik.
2. Nilai dan kepercayaan terhadap uang akan turun atau berkurang.
3. Menimbulkan tindakan spekulasi.
4. Banyak proyek pembangunan macet atau terlantar.
5. Kesadaran menabung masyarakat berkurang.
Berikut adalah pihak-pihak yang diuntungkan dengan adanya inflasi:
a. Para pengusaha, yang pada saat sebelum terjadinya inflasi, telah memiliki stock/persediaan produksi barang yang siap dijual dalam jumlah besar.
b. Para pedagang, yang dengan terjadinya inflasi menggunakan kesempatan memainkan harga barang. Cara yang dipakai adalah dengan menaikkan harga, karena ingin mendapatkan laba/keuntungan yang besar.
c. Para spekulan, yaitu orang-orang atau badan usaha yang mengadakan spekulasi, dengan cara menimbun barang sebanyak-banyaknya sebelum terjadinya inflasi dan menjualnya kembali pada saat inflasi terjadi, sehingga terjadinya kenaikan harga sangat menguntungkan mereka.
d. Para peminjam, karena pinjaman telah diambil sebelum harga barang-barang naik, sehingga nilai riil-nya lebih tinggi daripada sesudah inflasi terjadi, tetapi peminjam membayar kembali tetap sesuai dengan perjanjian yang dibuat sebelum terjadi inflasi. Misalnya, para pengambil kredit KPR BTN sebelum inflasi yang mengakibatkan harga bahan bangunan dan rumah KPR BTN naik, sedangkan jumlah angsuran yang harus dibayar kepada BTN tetap tidak ikut dinaikkan.
Sedangkan pihak-pihak yang dirugikan antar lain:
a. Para konsumen, karena harus membayar lebih mahal, sehingga barang yang diperoleh lebih sedikit jika dibandingkan dengan sebelum terjadinya inflasi.
b. Mereka yang berpenghasilan tetap, karena dengan penghasilan tetap, naiknya harga barang-barang dan jasa, mengakibatkan jumlah barang-barang dan jasa yang dapat dibeli menjadi lebih sedikit, sehingga pendapatan nyata berkurang, sedangkan kenaikan penghasilan atau pendapatan pada saat terjadi inflasi sulit diharapkan.
c. Para pemborong atau kontraktor, karena harus mengeluarkan tambahan biaya agar dapat menutup pengeluaran-pengeluaran yang diakibatkan terjadinya inflasi dan mengakibatkan berkurangnya keuntungan yang diperoleh dari proyek yang dikerjakan.
d. Para pemberi pinjaman/kreditor, karena nilai riil dari pinjaman yang telah diberikan menjadi lebih kecil sebagai akibat terjadinya inflasi. Misalnya, sebelum inflasi, pinjaman Rp 500.000,00 = 25 gram emas, sesudah inflasi = 20 gram emas.
e. Para penabung, karena pada saat inflasi bunga yang diperoleh dari tabungan dirasakan lebih kecil jika dibandingkan dengan kenaikan harga yang terjadi. Di samping itu akibat naiknya harga barang-barang dan jasa, nilai uang yang ditabung menjadi lebih rendah/turun, jika dibandingkan dengan sebelum terjadi inflasi.

Materi Perekonomian Indonesia Minggu Kesebelas dan Keduabelas


KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH
     1.     Kebijaksanaan Selama
a.      Periode 1966-1969
Kebijaksanaan perekonomian Indonesia selama periode 1966 – 1969 ini adalah pembersihan proses-proses kebijakan orde lama yang tidak efisien dan efektif terutama dari faham-faham komunisme.
·                     Titik berat pada periode 1966-1969:
1.           Penurunan tingkat inflasi
2.           Proses produksi yang tidak efektif dan efisien
3.           Penggunaan pendapatan yang lebih efektif dan efisien untuk menunjang proses pembangunan
·                     Kebijakan perekonomian Indonesia selama periode 1966 – 1969
Rencana pembangunan nasional semesta berencana (PNSB) 1961-1969 ini disusun berlandasarkann “Manfesto Politik 1960” untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dengan azas ekonomi terpimpin.
Faktor yang menghambat atau kelemahannya antara lain:
1)   Rencana ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang lazim. Defisit anggaran yang terus meningkat yang mengakibatkan hyper inflasi.
2)   Kondisi ekonomi dan politik saat itu: dari dunia luar (Barat) Indonesia sudah terkucilkan karena sikapnya yang konfrontatif.
3)   Sementara di dalam negeri pemerintah selalu mendapat rongrongan dari golongan kekuatan politik “kontra-revolusi” (Muhammad Sadli, Kompas, 27 Juni 1966, Penyunting Redaksi Ekonomi Harian Kompas, 1982).
·                     Beberapa kebijaksanaan ekonomi – keuangan:
1)   Dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1/M/61 tanggal 6 Januari 1961: Bank Indonesia dilarang menerbitkan laporan keuangan/ statistik keuangan, termasuk analisis dan perkembangan perekonomian Indonesia.
2)   Pada tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno memproklamirkan berlakunya Deklarasi Ekonomi dan pada tanggal 22 Mei 1963 pemerintah menetapkan berbagai peraturan negara di bidang perdagangan dan kepegawaian.
3)   Pokok perhatian diberikan pada aspek perbankan, namun nampaknya perhatian ini diberikan dalam rangka penguasaan wewenang mengelola moneter di tangan penguasa. Hal ini nampak dengan adanya dualisme dalam mengelola moneter. (Suroso, 1994).

            b. Periode pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
·                     Tujuan Pelita I
Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
·                     Sasaran Pelita I
Pangan, sandang,  perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
·                     Titik Berat Pelita I
Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Menurut peraturan pemerintah no.16 tahun 1970 kebijakan pemerintah tentang perekonomian membicarakan tentang penyempurnaan tata niaga ekspor dan impor. Peraturan pemerintah pada bulan agustus 1971 membahas tentang devaluasi rupiah terhadap dollar amerika dengan memfokuskan pada beberapa sasaran, yakni kestabilan harga pokok, peningkatan nilai ekspor, kelancaran impor, penyebaran barang di dalam negeri.
Rencana pembangunan lima tahun yang pertama ini menitikberatkan pada sektor pertanian serta industri yang (langsung)  mendukung sektor pertanian (misalnya pabrik pupuk dan alat alat pertanian).

            C. Periode pelita II
Menitikberatkan pada sektor pertanian, dengan meningkatkan industri yang mengelola bahan mentah menjadi bahan baku (misal: karet, minyak, kayu, timah). Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja. Fokus pembangunan ini di fokuskan pada pengkreditan untuk mendorong eksportir kecil dan menengah serta mendorong pengusaha kecil atau ekonomi menengah dengan kredit investasi kecil (KIK).
Adapun kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah dalam pelita II ini adalah dengan melakukan penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya saing di pasar dunia. Penggalakan PMA dan PMDN untuk mendorong investasi dalam negeri, yang menghasilakn cadangan devisa naik dari $ 1,8 milyar menjadi $ 2,58 milyar dan naiknya tabungan pemerintah dari Rp 255 milyar menjadi Rp 1.522 milyar pada periode pelita II tersebut. Sedangkan kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan hasil produksi nasional dan daya saing komoditi ekspor karena tingkat rata-rat inflasi 34%, resesi dan krisis dunia tahun 1979, serta penurunan bea masuk impor komoditi bahan dan peningkatan bea masuk komoditi impor lainnya.
Namun dengan adanya pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.

            d. Periode pelita III
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pelita III ini menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan, serta menignkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.
Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut:
1.           Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.           Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3.           Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
e. Periode pelita IV
Menitikberatkan pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun  industri ringan. Hasil yang dicapai pada Pelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.
Adapun contoh dari kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam pelita IV ini adalah sebagai berikut: Kebijakan Inpres No. 5 tahun 1985, yakni meningkatkan ekspor non migas dan pengurangan biaya tinggi dengan :
a)      Pemberantasan pungli
b)      Mempermudah prosedur kepabeanan
c)      Menghapus dan memberantas biaya siluman
1.      Paket Kebijakan 6 Mei (PAKEM): mendorong sektor swasta dibidang ekspor dan penanaman modal.
2.      Paket Devaluasi 1986 : karena jatuhnya harga minyak dunia yang didukung dengan kebijakan pinjaman luar negeri.
3.      Paket Kebijakan 25 Oktober 1986 : deregulasi bidang perdagangan, moneter, dan penanaman modal dengan cara :
a)      Penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku
b)      Proteksi produksi yang lebih efisien
c)      Kebijakan penanaman modal

Paket Kebijakan 15 Januari 1987, yakni peningkatan efisiensi, inovasi, dan produktivitas beberapa sektor industri (menengah ke atas) guna meningkatkan ekspor non migas, adapun langkah-langkahnya:
1.           Penyempurnaan dan penyederhanaan ketentuan impor
2.           Pembebasan dan keringanan bea masuk
3.           Penyempurnaan klasifikasi barang
4.           Paket Kebijakan 24 Desember 1987 (PAKDES) adalah restrukturisasi bidang ekonomi dalam rangka memperlancar perijinan (deregulasi).
5.           Paket 27 Oktober 1988 : kebijakan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat untuk biaya pembangunan.
6.           Paket Kebijakan 21 November 1988 (PAKNOV) yakni deregulasi dan debirokratisasi bidang perdagangan dan hubungan laut.
7.           Paket Kebijakan 20 Desember 1988 (PAKDES), yakni kebijakan dibidang keuangan dengan memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif, juga berisi mengenai deregulasi dalam hal pendirian perusahaan asuransi
f. Periode pelita V
Menitikberatkan sektor pertanian dan industri untuk menetapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya; dan sektor industri khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang dapat mengahsilkan mesin mesin industri.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Pengarahan pada pengawasan, pengendalian dan upaya produktif untuk mempersiapkan proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap II, yakni kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.


2.      Kebijakan Moneter

Sekumpulan tindakan pemerintah di dalam mengatur perekonomian melalui tingkat bunga.
a) Kebijakan Moneter Kuantitatif
Mengatur  tingkat bunga melalui operasi pasar terbuka melaui SBI, merubah tingkat bunga diskonto, merubah presentase cadangan minimal yang harus dipenuhi oleh setiap bank umum
b) Kebijakan Moneter Kualitatif
Mengatur dan menghimbau pihak bank umum /lembaga keuangan lainnya baik manajemen maupun produk yang ditawarkan untukmendukung kebijakan moneter kuanitatif bank Indonesia

3.     Kebijakan Fiskal

Tindakan pemerintah dalam mengatur ekonomi melalui anggaran belanja negara.
·                     Macam-macam kebijakan fiskal dalam ekonomi adalah:
Ø  Pajak langsung dan pajak tidak langsung
Ø  Pajak regresif, sebanding dan progresif
Ø  Penerimaan pemerintah, pengendali tingkat pengeluaran masyarakat
Ø  Untuk lebih memeratakan distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat.

4.      Kebijaksanaan fiskal dan moneter di sektor luar negeri

1. Kebijakan Menekan Pengeluaran
Dilakukan dengan cara mengurangi pengeluaran konsumsi.
Cara :
a. Menaikkan pajak pendapatan
b. Menaikkan tingkat bunga
c. Mengurangi pengeluaran pemerintah
2. Kebijakan Memindahkan Pengeluaran
Cara :
1.           Memaksa
a)      Mengenakan tarif dan atau kuota
b)      Mengawasi pemakaian valuta asing
2.      Rangsangan
a)      Ekspor : mengurangi pajak komoditi ekspor, menyederhanakan prosedur ekspor, memberantas pungli dan biaya siluman
b)      Menstabilkan harga dan upah di dalam negeri
c)      Melakukan devaluasi